Ringkasan Kajian Parenting Rumah Tahfizh An-Najah: Faidah Dari Kisah Luqman Al-Hakim Pertemuan Kedua

Oleh Ustadz Fery Zaid Gultom
Penasihat Rumah Tahfizh An-Najah
Jakarta, 15 Oktober 2022

Buku Rujukan: Fawaid Mustanbathah min Qishati Luqman Al-Hakim
karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al Badr

Pentingnya Menuntut Ilmu

Mendidik anak adalah kegiatan kita setiap hari, karenanya menjadi suatu yang urgent (sangat penting) untuk kita mengetahui ilmunya.
Untuk itu penting bagi kita untuk terus menuntut ilmu, baik sebagai bapak, ibu maupun ustadz.

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا

Katakanlah (wahai Muhammad), “Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Rabbku, sungguh habislah lautan itu sebelum kalimat-kalimat Rabbku habis (ditulis), meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula). [al-Kahfi/18:109]

Ketika menjadi seorang suami, maka ia harus mempunyai ilmu yang berkaitan dengan hak-hak istri yang harus ia penuhi, begitu juga jika ia seorang istri maka ia harus mempunyai ilmu yang berkaitan dengan hak-hak suami yang harus ia penuhi. Jika ia mempunyai anak, maka ia harus mempunyai ilmu mengenai hak-hak anaknya.

Faedah ke-5

Allah subhanahu wa’tala berfirman:

وَلَقَدْ ءَاتَيْنَا لُقْمَٰنَ ٱلْحِكْمَةَ أَنِ ٱشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَن يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ حَمِيدٌۭ
Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah! Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha Terpuji.”

Dalam ayat ini dapat diambil pelajaran bahwa sesungguhnya syukurnya hamba tidak memberi manfaat kepada Allah. Demikian juga orang yang kafir tidak memudharatkan Allah subhanahu wata’ala. Sehingga ketika ia berhasil dengan pendidikan anaknya ia tidak jumawa, karena itu semua adalah pertolongan dari Allah. Barangsiapa yang bersyukur maka syukur tersebut adalah untuk dirinya.

Dalam hadits qudsi Allah berfirman:

يَاعِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا, يَاعِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَانَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئًا

“Wahai hamba-Ku! Seandainya orang pertama dan terakhir dari kalian, manusia dan jin dari kalian semua seperti hati salah seorang dari kalian yang paling bertakwa, maka itu semua sedikit pun tidak menambah kerajaan-Ku. Wahai hamba-Ku! Seandainya orang pertama dan terakhir dari kalian, manusia dan jin dari kalian semua seperti hati salah seorang dari kalian yang paling jahat, maka itu semua sedikit pun tidak mengurangi kerajaan-Ku.” (HR Muslim no. 2577).

Jika seluruh manusia dan jin dari awal sampai hari kiamat adalah seperti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam maka itu tidak akan menambah kerajaan Allah, begitu pula jika seluruh manusia dan jin adalah seperti orang yang sedurhaka Fir’aun, maka hal itu tidak memudharatkan Allah subhanahu wata’ala.

Karena itu ia wajib mendidik anak agar bersyukur kepada Allah dengan mengajarkan ajaran agama mana yang halal mana yang haram dan membinanya agar melaksanakan ajaran agama dengan baik.

Mendidik Anak Merupakan Kewajiban Dan Berdosa Jika Tidak Dilaksanakan

Orang tua berdosa jika ia tidak mengajarkan anaknya untuk melaksanakan sholat dan kewajiban lainnya sebagai seorang muslim. Dalam hadits dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala Negara), dia adalah pemimpin manusia secara umum, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas mereka. Seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dia akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Ketahuilah, bahwa setiap kalian adalah pemimipin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas siapa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari no. 2554 dan Muslim no. 1829)

Hasil Bukan Tanggung Jawab Kita

Seandainya anak tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang muslim (seperti sholat, dll) sementara kita sebagai orang tua sudah mengajarkan dan membimbingnya secara maksimal, maka kita sebagai orang tua tidak berdosa. Hal itu karena hasil bukanlah suatu yang dituntut atas orang tua, yang diwajibkan adalah terus mendidiknya. Hal ini sebagaimana anaknya Nabi Nuh yang kafir, padahal ayahnya adalah seorang Rasul yang telah berdakwah selama 950 tahun. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَهِيَ تَجۡرِي بِهِمۡ فِي مَوۡجٖ كَٱلۡجِبَالِ وَنَادَىٰ نُوحٌ ٱبۡنَهُۥ وَكَانَ فِي مَعۡزِلٖ يَٰبُنَيَّ ٱرۡكَب مَّعَنَا وَلَا تَكُن مَّعَ ٱلۡكَٰفِرِينَ

قَالَ سَـَٔاوِيٓ إِلَىٰ جَبَلٖ يَعۡصِمُنِي مِنَ ٱلۡمَآءِۚ قَالَ لَا عَاصِمَ ٱلۡيَوۡمَ مِنۡ أَمۡرِ ٱللَّهِ إِلَّا مَن رَّحِمَۚ وَحَالَ بَيۡنَهُمَا ٱلۡمَوۡجُ فَكَانَ مِنَ ٱلۡمُغۡرَقِينَ

Dan kapal itu berlayar membawa mereka ke dalam gelombang laksana gunung-gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, ketika dia (anak itu) berada di tempat yang jauh terpencil, “Wahai anakku! Naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang kafir.”
Dia (anaknya) menjawab, “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat menghindarkan aku dari air bah!” (Nuh) berkata, “Tidak ada yang melindungi dari siksaan Allah pada hari ini selain Allah yang Maha Penyayang.” Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka dia (anak itu) termasuk orang yang ditenggelamkan.
[Surah Hûd: 42-43].

Disarikan oleh Abu Abdillah Adi Nugroho.

Rumah Tahfizh An-Najah
Jl. Masjid Nurul Huda No 57 RT 03 RW 06 Tanjung Barat, Jakarta Selatan
www.annajah.org